Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara |
- Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum
saya mempelajari modul 1.1?
Alhamdulilah, di
masa pandemi ini, saya berkesempatan menjadi peserta program Pendidikan Guru
Penggerak yang diluncurkan kemdikbud dalam rangka memajukan pendidikan
Indonesia dengan menciptakan pembelajaran yang berpusat pada murid dan
menggerakkan ekosistem pendidikan yang lebih baik.
Sebelum
mengikuti PGP dan mempelajari modul 1.1 khususnya pada materi “Refleksi
Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara” dalam pembelajaran saya
banyak dipengaruhi pendapat Dale dan Piaget. Saya merasa sepaham dengan Piaget
yang mengatakan bahwa dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Juga pendapat
bahwa pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial sehingga jika anak tidak
berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi
sebagai bagian dari kelompok sosial. Selama ini, saya lebih banyak melihat dan
menilai pembelajaran dari sisi kognitif, namun meskipun sepakat dalam hal
tersebut, saya kurang sependapat pada pendapat Piaget bahwa perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetik semata, yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Sebagai individu
yang berkembang di lingkungan yang cukup religius, saya merasa pendapat
tersebut agak bertentangan dengan kepercayaan saya akan campur tangan Tuhan
dalam kehidupan manusia. Saya percaya bahwa Tuhan, menciptakan alam semesta
dengan keteraturan (hukum alam), namun demikian jika Dia berkehendak, sangat
mudah bagi Tuhan untuk membuat sesuat di luar hukum alam tersebut.
Dari Dale saya
menjadi percaya pentingnya media dan aktivitas yang tinggi dalam pembelajaran.
Hal tersebut juga yang melatarbelakangi saya mencoba mengembangkan beberapa
media pembelajaran dan mempraktekkan berbagai strategi pembelajaran yang
berbeda. Namun demikian dalam praktek nyata di kelas, saya menemukan tidak
sepenuhnya teori-teori tersebut bisa memberi dampak yang diharapkan. Dengan
pemanfaatan media dan strategi pembelajaran yang sama, sering kali menimbulkan
hasil belajar yang sangat bervariasi pada setiap siswa. Pada siswa yang sama
pun terkadang hasil belajar berbeda, ketika ada faktor psikologis yang
mempengaruhi.
2.
Apa
yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul
ini?
Setelah
mempelajari Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, saya mendapatkan
banyak tambahan wawasan. Salah satu yang cukup membekas di benak saya adalah
mengenai pentingnya peran keluarga dalam proses pembelajaran, juga pembelajaran
yang berazaskan kekeluargaan (asah, asih, asuh). Saya sangat terkesan mendengar
kisah Ki Hajar yang dibagikan Ki Priyo Dwiarso pada salah satu sesi Video
Confrence mengenai bagaimana sikap beliau pada para siswa. Ki Hajar mencetuskan
sistem among yang berazaskan kekeluargaan agar anak tidak merasa tercerabut
dari perasaan kasih sayang keluarga yang ikhlas suci dari orang tua. Peran
orang tua tersebut diharapkan dapat digantikan guru di sekolah.
Dalam sistem
among, KHD lebih mengedepankan pedagogi. Peran guru layaknya seorang pengasuh
(fasilitator) yang membimbing dan mengasuh anak didiknya dengan ikhlas, sesuai
minat dan bakat anak yang diasuh. Untuk itu, guru harus dapat mencermati minat,
bakat dan kemampuan masing-masing siswa agar jiwa sang anak tetap merdeka lahir
batin dalam belajar. Dengan kata lain, sistem among itu bersendikan kodrat alam
dan kemerdekaan.
Menurut KHD
dalam mendidik seorang guru harus dapat membaca kodrat alam siswa. Meskipun
kodrat alam tersebut terus maju, seiring olah budaya manusia, ada beberapa
kodrat alam yang dapat dimanfaatkan dalam KBM. Salah satu kodrat alam anak
menurut beliau adalah tenteram dan nyaman di alam kekeluargaan, maka sistem
among membawa suasana kehangatan keluarga dalam KBM. Selain itu, kodrat alam
yang juga dimiliki anak adalah bermain. Kodrat alam tersebut perlu difasilitasi
dengan muatan dolanan anak dan simulasi. Dengan membaca dan memfasilitasi
kodrat alam anak, guru dapat mengembangkan minat dan bakat anak, sehingga anak
lebih aktif encari tahu, dibadingkan menunggu diberi tahu.
Dari uraian di
atas, kita dapat melihat bahwa Ki Hajar Dewantara Sang Bapak Pendidikan
Indonesia melihat manusia lebih pada sisi psikologisnya. Menurut beliau manusia
memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya
menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu
menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan
perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang
menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik
dari masyarakatnya.
Menurut KHD,
guru hendaknya memiliki kepribadian dan kerohanian yang bermutu, baru kemudian
menyediakan diri untuk menjadi pahlawan. Guru juga diharapkan dapat menyiapkan
para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Bisa dikatakan bahwa
menurut KHD, yang diutamakan dari seorang pendidik adalah fungsinya sebagai
model atau figur keteladanan bagi siswa, baru kemudian sebagai fasilitator atau
pengajar. Nama Ki Hajar Dewantara sendiri memiliki kaitan erat dengan pendapat
di atas. Nama tersebut mengandung makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan,
keluhuran, dan keutamaan. Seorang pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang
yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus
masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Semboyan “Ing
Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” sesungguhnya
mengandung makna yang mendalam. “Tut wuri handayani” yang maknanya “Dari
belakang memberikan dorongan dan arahan”, sedangkan “Ing madya mangun karsa”
yang artinya “Di tengah menciptakan prakarsa dan ide”, dan “Ing ngarsa sung
tulada” yang artinya “Di depan memberi teladan atau contoh tindakan baik”
menggambarkan peran ganda guru dalam mendidik. Guru harus bisa membaca keadaan,
kapan ia harus berperan sebagai seorang panutan yang memiliki peran dominan
dalam memberikan teladan, kapan ia harus membersamai siswa dan berada
ditengah-tengah mereka untuk menciptakan prakarsa dan ide, dan kapan harus
berada di belakan para siswa dan memberikan dorongan dan arahan.
Ki Hajar Dewantara juga pernah melontarkan
konsep belajar 3 dinding. Sebuah konsep pendidikan mencerminkan tidak adanya
batas atau jarak antara pembelajaran di kelas dengan realita di masyarakat. Belajar bukan sekedar teori dan praktek
disekolah, tetapi juga belajar menghadapi realitas dunia. Dengan demikian
diharapkan para lulusan sekolah dapat mampu hidup dan bisa berbuat banyak di
masyarakat setelah lulus dari sekolah.
Pandangan lain
Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan adalah bahwa pendidikan adalah upaya
untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar
tidak tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. Namun demikian
kemerdekaan disini tidak berarti kebebasan tanpa batas, melainkan bebas yang mejaga
tertib dan damainya hidup bermasyarakat. Sistem among melarang hukuman dan
pemaksaan dalam KBM karena akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak.
Namun demikian, pemberian sanksi dibolehkan, selama sifatnya seimbang, netral
dan adil.
3.
Apa
yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan
pemikiran KHD
Pengetahuan
mengenai Filosofi Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara, merupakan informasi
berharga yang bisa saya bawa kembali ke kelas saya. Sistem among berazaskan
kekeluargaan dengan “asah, asih, dan asuh” mengingatkan saya kembali
akan pentingnya keikhlasan dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. Banyaknya
beban kurikulum, tuntutan pengembangan karir, administrasi, dan banyak masalah
lain sepertinya cukup menghabiskan energi keikhlasan dalam diri saya selama
ini. Mugkin inilah saatnya untuk kembali “merdeka”. Kembali meluruskan niat,
kembali membenahi diri agar menjadi pribadi yang bermutu kepribadian dan
kerohaniannya, sehingga dapat menjadi sosok teladan bagi siswa.
Selain langkah
di atas, dari pandangan KHD mengenai bagaimana memfasilitasi kodrat alam anak
dalam KBM, saya ingin mencoba menerapkan pembelajaran bermuatan dolanan anak.
Dengan langkah tersebut siswa lebih menikmati proses belajarnya, belajar
berbagai karakter posittif, juga dapat mencapai hasil belajar yang diamanahkan
kurikulum. dengan kata lain anak juga
akan "Merdeka Belajar"
“Merdeka!!!!”
0 Comments:
Post a Comment