"Bu, Ella menangiiiisss," seru Kiki, Eli dan Dila dari depan ruang guru dengan kompaknya.
Bu Aishah baru beberapa detik yang lalu masuk ke ruangan itu, terlihat menarik napas dengan berat, sebelum kembali menghembuskannya dan menjawab, "Ya, ibu segera kesana."
Setelah mendengar jawaban wali kelasnya, ketiga siswi kelas 5 SD Insan Mulia itu, segera berlari-lari kecil di koridor sekolah ke arah ruangan kelas mereka. Tak lama kemudian Bu Aisha pun menyusul murid-muridnya.
Di depan ruang kelas lima, terlihat Ella sedang duduk di lantai, dekat rak sepatu, sambil memeluk kedua lututnya. Wajahnya dibenamkan diantara kedua lutut itu. Suara tangisan siswi kelas lima yang bertubuh mungil itu terdengar jelas di halaman sekolah yang mulai sepi.
"Sudah, jangan nangis lagi, Bu guru sudah datang tuh," ucap Kiki, menghibur temannya, begitu Bu Aishah tiba di hadapan mereka.
Di depan ruang kelas lima, terlihat Ella sedang duduk di lantai, dekat rak sepatu, sambil memeluk kedua lututnya. Wajahnya dibenamkan diantara kedua lutut itu. Suara tangisan siswi kelas lima yang bertubuh mungil itu terdengar jelas di halaman sekolah yang mulai sepi.
"Sudah, jangan nangis lagi, Bu guru sudah datang tuh," ucap Kiki, menghibur temannya, begitu Bu Aishah tiba di hadapan mereka.
"Kenapa nangis nduk?" tanya Bu Aishah sambil sedikit membungkuk dan mengelus rambut siswinya itu.
Sesaat, Ella menengadah, melihat ke arah Bu Aisha dengan wajah sembabnya. Bukannya menjawab, tangis gadis kecil itu malah semakin kencang.
"Ehhh, kok malah tambah kencang nangisnya? Kenapa? Temanmu ada yang nakal lagi?" tanya Bu Aishah sambil duduk di samping Ella. Gadis cilik berseragam putih merah itu hanya mengangguk di sela tangisnya.
"Sepatumu hilang lagi?" tebak Bu Aishah kemudian.
Ella menjawab pertanyaan bu gurunya dengan sebuah anggukan.
Bu Aisha bisa menebak dengan tepat, karena kejadian itu bukan yang pertama kali terjadi. Memang hampir setiap hari, Ella menangis di sekolah. Bahkan dalam seminggu ini, entah sudah berapa kali Ella menangis. Beberapa hari yang lalu, ia menangis karena bukunya ada yang tertingal di rumah. Di lain hari siswi termuda di kelasnya itu menangis karena tidak bisa mengerjakan tugas yang diberikan Bu Aishah, tapi yang paling sering, ia menangis karena diusili teman-temannya.
Entah mengapa beberapa siswa kelas lima suka sekali menjahili Ella. Pernah suatu hari mereka menyembunyikan tas Ella, saat ia ke luar kelas saat istirahat. Pernah juga, mereka mengolok-oloknya sebagai anak yang cengeng. Beberapa kali anak-anak yang jahil itu juga menyembunyikan sepatu Ella saat akan pulang sekolah seperti kejadian hari ini. Setiap hal-hal seperti itu terjadi, Ella selalu menangis.
Ella menjawab pertanyaan bu gurunya dengan sebuah anggukan.
Bu Aisha bisa menebak dengan tepat, karena kejadian itu bukan yang pertama kali terjadi. Memang hampir setiap hari, Ella menangis di sekolah. Bahkan dalam seminggu ini, entah sudah berapa kali Ella menangis. Beberapa hari yang lalu, ia menangis karena bukunya ada yang tertingal di rumah. Di lain hari siswi termuda di kelasnya itu menangis karena tidak bisa mengerjakan tugas yang diberikan Bu Aishah, tapi yang paling sering, ia menangis karena diusili teman-temannya.
Entah mengapa beberapa siswa kelas lima suka sekali menjahili Ella. Pernah suatu hari mereka menyembunyikan tas Ella, saat ia ke luar kelas saat istirahat. Pernah juga, mereka mengolok-oloknya sebagai anak yang cengeng. Beberapa kali anak-anak yang jahil itu juga menyembunyikan sepatu Ella saat akan pulang sekolah seperti kejadian hari ini. Setiap hal-hal seperti itu terjadi, Ella selalu menangis.
"Kalian tahu, siapa yang menyembunyikan sepatu Ella?" tanya Bu Aishah kepada Kiki, Eli dan Dila, yang sejak tadi berdiri mengelilingi Ella dan Bu Aishah.
"Tidak Bu," jawab Eli singkat.
"Paling juga anak-anak cowok Bu," timpal Dila.
"Sudah-sudah, jangan menangis lagi! Sekarang kita sama-sama cari sepatumu. Besok ibu cari tahu siapa yang sudah menyembunyikan sepatumu. Nanti biar ibu hukum mereka seperti biasanya," kata Bu Aishah pada Ella sambil merangkul siswinya itu. Mendengar kata-kata itu, Ella kembali menatap ke arah gurunya. Tangisnya mulai sedikit reda.
"Kamu tahu tidak Ella, anak yang jahil itu, senang sekali kalau yang dijahili marah-marah, sedih, atau menangis seperti yang kamu lakukan sekarang. Dan mereka jadi ingin menjahili kamu lagi di lain waktu. Karena itu, kalau mereka jahil lagi, kamu jangan menangis. Biar mereka kapok. Pasti nanti mereka tidak menjahili kamu lagi," lanjut Bu Aishah.
Mendengar kata-kata gurunya, Ella terlihat seperti heran. Begitu juga ketiga temannya. "Masa sih Bu?" tanya Kiki penasaran.
"Kalau kalian tidak percaya, kita buktikan saja. Mulai sekarang, kalau ada yang menjahili atau mengolok-olok kamu Ella, kamu pura-pura tidak marah atau sedih, apalagi menangis. Ingat saja hal-hal lain yang menyenangkan. Masa kamu mau membuat anak-anak yang jahil itu senang sih? Nggak mau kan?" nasehat Bu Aishah kemudian.
"Tiiii, tidak Bu," ucap Ella, sambil menyeka pipinya sendiri, yang basah oleh air mata.
"Ya sudah, sekarng kita cari saja sepatumu, supaya kalian bisa segera pulang ke rumah. Hari sudah siang. Teman-teman kalian juga sudah pulang semua sepertinya," ajak Bu Aishah.
"Ya Bu," jawab Ella.
"Eli, Kiki, dan kamu juga Dila, kalian bantu Ella ya!" pinta Bu Aisha kepada siswi-siswinya.
"Ya Bu. Siap laksanakan," jawab ketiga siswi kelas lima itu kompak.
Ella, dibantu Bu Aishah dan ketiga temannya pun memulai pencarian. Setelah beberapa saat mencari di sekitar ruangan kelas lima, akhirnya sepatu Ella berhasil ditemukan di tengah daun-daun pohon Bougenville yang berada di halaman kelas. Keempat siswi kelas lima itu pun akhirnya bisa pulang ke rumah masing-masing
"Tidak Bu," jawab Eli singkat.
"Paling juga anak-anak cowok Bu," timpal Dila.
"Sudah-sudah, jangan menangis lagi! Sekarang kita sama-sama cari sepatumu. Besok ibu cari tahu siapa yang sudah menyembunyikan sepatumu. Nanti biar ibu hukum mereka seperti biasanya," kata Bu Aishah pada Ella sambil merangkul siswinya itu. Mendengar kata-kata itu, Ella kembali menatap ke arah gurunya. Tangisnya mulai sedikit reda.
"Kamu tahu tidak Ella, anak yang jahil itu, senang sekali kalau yang dijahili marah-marah, sedih, atau menangis seperti yang kamu lakukan sekarang. Dan mereka jadi ingin menjahili kamu lagi di lain waktu. Karena itu, kalau mereka jahil lagi, kamu jangan menangis. Biar mereka kapok. Pasti nanti mereka tidak menjahili kamu lagi," lanjut Bu Aishah.
Mendengar kata-kata gurunya, Ella terlihat seperti heran. Begitu juga ketiga temannya. "Masa sih Bu?" tanya Kiki penasaran.
"Kalau kalian tidak percaya, kita buktikan saja. Mulai sekarang, kalau ada yang menjahili atau mengolok-olok kamu Ella, kamu pura-pura tidak marah atau sedih, apalagi menangis. Ingat saja hal-hal lain yang menyenangkan. Masa kamu mau membuat anak-anak yang jahil itu senang sih? Nggak mau kan?" nasehat Bu Aishah kemudian.
"Tiiii, tidak Bu," ucap Ella, sambil menyeka pipinya sendiri, yang basah oleh air mata.
"Ya sudah, sekarng kita cari saja sepatumu, supaya kalian bisa segera pulang ke rumah. Hari sudah siang. Teman-teman kalian juga sudah pulang semua sepertinya," ajak Bu Aishah.
"Ya Bu," jawab Ella.
"Eli, Kiki, dan kamu juga Dila, kalian bantu Ella ya!" pinta Bu Aisha kepada siswi-siswinya.
"Ya Bu. Siap laksanakan," jawab ketiga siswi kelas lima itu kompak.
Ella, dibantu Bu Aishah dan ketiga temannya pun memulai pencarian. Setelah beberapa saat mencari di sekitar ruangan kelas lima, akhirnya sepatu Ella berhasil ditemukan di tengah daun-daun pohon Bougenville yang berada di halaman kelas. Keempat siswi kelas lima itu pun akhirnya bisa pulang ke rumah masing-masing
*****
Setelah kejadian itu, Ella mencoba mempraktekkan apa yang dinasehatkan wali kelasnya. Ella selalu berusaha tidak menangis setiap ada teman sekelas yang menjahilinya. Ternyata apa yang dikatakan Bu Aishah benar. Semakin lama, semakin jarang ada siswa kelas lima yang menjahili Ella. Ella pun hampir tidak pernah lagi pulang sekolah dengan mata yang sembab.
0 Comments:
Post a Comment