Cerpen Anak Pelajaran Berharga untuk Mia |
Mia adalah siswi kelas lima yang rajin dan pintar, hampir
setiap ulangan semester ia mendapatkan nilai yang paling tinggi dibandingkan
teman-temannya. Meskipun rajin dan pintar, Mia punya satu sifat buruk, yaitu
sedikit sok kuasa. Mia selalu merasa paling pintar dan paling benar diantara
teman-temannya, sehingga jika ada tugas kelompok Mia yang akan membagi tugas
dan mengatur teman-temannya dalam mengerjakan tugas. Terkadang bahkan Mia
mengerjakan sendiri, semua tugas yang seharusnya dikerjakan secara berkelompok.
Sebenarnya sifat Mia tersebut tidak selalu merugikan
teman-temannya. Ada saatnya cara Mia mengatur teman-temannya, membuat tugas
kelompok yang diberikan Bu Guru cepat selesai, tetapi yang kadang-kadang juga
teman-teman sekelompok Mia jadi tidak memahami materi yang diberikan Bu Guru.
Padahal Bu Guru memberikan tugas kelompok agar setiap anggota kelompok dapat
saling membantu dalam belajar.
Jika teman-teman Mia memberikan usul saat diskusi
kelompok, Mia lebih sering mengabaikan atau menyanggah usul tersebut. Mia
berfikir, ia yang paling pintar, jadi pasti selalu lebih benar dibanding
teman-temannya. Kadang-kadang Mia malah marah jika ada temannya ada yang
mengajukan usul yang tidak sesuai dengan pendapat Mia sendiri. Kalau sudah
begitu, teman-teman Mia lebih memilih untuk mengalah.
Kali ini Bu Aryani, yang mengajar kelas lima, memberikan
tugas untuk membuat dialog dan memperagakannya di depan kelas. Tugas tersebut
harus dikerjakan secara berkelompok. Dalam tugas tesebut Mia satu kelompok
dengan Dea, Maya, dan Caca.
Setelah mendapatkan penjelasan dari Bu guru mengenai tugas
dalam pelajaran IPA tersebut, Mia meminta teman-temannya berkumpul di rumahnya
sepulang sekolah. Mia meminta mereka datang tepat pukul satu siang. “Nanti Kita
berkumpul di rumahku tepat jam satu siang ya! Awas jangan telat!” kata Mia
tanpa meminta pendapat teman-temannya lebih dahulu.
“Tapi Mia, aku tidak...,” kata Dea dengan ragu-ragu.
“Kamu kenapa? Kamu nggak mau? Ya sudah, tidak usah satu
kelompok denganku saja,” Potong Mia. Ia bahkan tidak mau mendengarkan kata-kata
Dea hingga selesai.
“Bukan begitu Mia, kalau ....,” belum lagi Dea
menyelesaikan kat-katanya Mia kembali memotong perkataan Dea.
“Sudah... sudah! Pokoknya aku tidak mau ada alasan apapun.
Kalau siapapun diantara Kalian tidak datang tepat jam satu siang, Kalian tidak
usah satu kelompok denganku,” Kata Mia dengan nada yang meninggi. “Awas ya,
jangan sampai telat!” lanjut Mia.
Melihat Mia yang sudah mulai marah-marah, Dea, Maya dan
Caca tidak berani bicara lagi. Mereka sudah faham tabiat Mia. Kalau sudah mulai
marah seperti itu, kata-kata siapapun tidak akan didengarkan oleh Mia.
Siang itu, tak satupun teman sekelompok Mia datang ke
rumahnya. Mia merasa kesal sekali. Ia marah karena teman-temannya mengabaikan
kata-katanya.
Keesokan harinya Mia mendiamkan teman-temannya. Mia masih
marah karena kejadian hari sebelumya.
Bahkan Mia masih mendiamkan teman-temannya hingga seminggu kemudian. Mia lebih
memilih untuk menyelesaikan tugasnya sendiri. Ia berpikir, tanpa bantuan teman-temannyapun
Mia dapat menyelesaikan semua tugas dengan baik, karena ia pintar. Mia berpikir
teman-temanya yang rugi, karena tidak jadi teman satu kelompok Mia.
Akhirnya tibalah hari pengumpulan tugas. Kelompok Mia
mendapatkan giliran yang pertama untuk maju ke depan kelas. “Baiklah, sekarang
Kita persilahkan kelompok Cut Nyak Dien untuk memperagakan dialog yang telah
dibuat. Silahkan Dea, Mia, Maya dan Caca”. Kata Bu Aryani
Mendengar perintah Bu Aryani, Mia jadi kaget. Karena
marah, Mia jadi lupa, kalau setiap kelompok juga harus memperagakan dialog yang
dibuat di depan kelas. Bagaimana mungkin Mia dan teman kelompoknya memperagakan
dialog tersebut di depan kelas, karena Mia sendirilah yang membuat dialog itu,
sedangkan teman-temannya tidak tau sedikitpun isi dialog tersebut.
“Ayo Mia, .... Dea...! Kok diam saja? Jangan katakan kalau
kalian belum siap!” kata Bu Aryani, ketika tak satupun anggota kelompok Cut
Nyak Dien maju ke depan kelas.
Dea, Maya dan Caca hanya saling pandang dengan wajah
sedikit tertunduk. Semetara itu wajah Mia mulai memerah. Mia merasa marah
sekaligus malu. Marah karena Mia menganggap teman-temannya tidak bisa diajak
bekerja sama, sehingga Mia tidak dapat menyelesaikan tugas dari Bu Aryani
dengan baik. Malu karena Mia tidak melaksanakan tugas dengan baik, juga malu
karena karena ketahuan tidak kompak dengan teman-temannya.
“Mia... Dea.... Caca.... Maya.... ada apa? Apakah kalian
belum menyelesaikan tugas dari Ibu?” tanya Bu Aryani sambil mendekat ke arah
bangku mereka berempat.
“Sudah Buat kok Bu,” Jawab Mia masih dengan wajah
tertunduk. Mia kemudian menyerahkan naskah dialog yang sudah dibuatnya pada Bu
Aryani.
Bu Aryani membaca naskah dialog yang diberikan oleh Mia.
“Bagus kok! Terus kenapa, dari tadi kok belum maju juga? Apakah kalian tidak
mengerjakannya bersama-sama?” tanya Bu
Aryani lagi.
“Iya Bu, habis mereka tidak mau ikut mengerjakan,” Jawab
Mia.
Mendengar kata-kata Mia, Caca segera menyahut “ Bohong Bu,
Mia sendiri yang tidak mau sekelompok dengan Kami. Jadi kami bertiga membuat
sendiri, tanpa Mia. Ini Bu, dialog yang Kami buat,” kata Caca sambil
menyerahkan hasil kerjanya bersama Maya dan Dea.
“Betul Bu! Mia bilang kalau Kami tidak bisa datang tepat
jam satu ke rumahnya, kami tidak boleh satu kelompok dengan Mia. Padahal hari itu
Saya dan Caca ada latihan taekwondo, sedangkan Maya hari itu harus pergi ke
rumah neneknya bersama kedua orang tuanya,” tambah Dea.
“Kok Kamu nggak bilang sebelumnya?” jawab Mia. Mia semakin
emosi karena merasa dipojokkan.
“Bukan Kami yang tidak mau bilang, tapi Kamu yang tidak
mau mendengarkan alasan Kami,” Jawab Caca.
Mia kemudian teringat percakapannya dengan teman-temannya
seminggu yang lalu. Mia mulai menyadari kesalahannya. Ternyata semua ini
terjadi karena sikapnya yang selalu mau menang sendiri. Mia sadar, seharusnya
ia mau mendengarkan alasan teman-temanya waktu itu.
Bu Aryani kemudian menengahi perselisihan antara Mia dan
teman-temannya. Mereka diberi kesempatan untuk bersama-sama memperbaiki dialog
yang sudah dibuat agar dapat diperagakan bersama-sama.
Bu Aryani juga menasehari Mia agar memperbaiki sikapnya.
Sikap sombong dan sok kuasa pada akhirnya akan merugikan Mia sendiri. Bu Aryani
juga meminta Mia dan teman-temannya untuk saling memaafkan. Kejadian tersebut
menjadi pelajaran berharga untuk Mia.
Cerita di atas adalah salah satu cerpen dalam buku kumpulan cerpen yang saya tulis dan diterbitkan pada tahun 2017. Terima kasih sudah membaca. Mohon kritik dan sarannya ya !!
Judul: Terjebak di sarang penjahat, kumpulan cerpen anakPenerbit: Penerbit Haekal Inti PustakaPengarang: penulis, Asih Pujiariani ; editor, Nur Hadi ; penyunting, Siti RofiatunTahun: 2018ISBN: 978-602-61676-4-4
Judul: Terjebak di sarang penjahat, kumpulan cerpen anakPenerbit: Penerbit Haekal Inti PustakaPengarang: penulis, Asih Pujiariani ; editor, Nur Hadi ; penyunting, Siti RofiatunTahun: 2018ISBN: 978-602-61676-4-4
0 Comments:
Post a Comment