Cernak Sepatu untuk Faza |
Waktu menunjukkan pukul 13.15. Meskipun hari ini masih
liburan kenaikan kelas, Faza sudah berdandan rapi. Setelah menunaikan sholat
dzuhur, Faza segera makan siang. Sayur asem, tempe goreng dan goreng ikan asin
sudah disiapkan Bunda di meja makan. Ayah, Bunda, dan Mala, adik Faza sudah
makan lebih dulu. Tadi Faza ingin lebih dahulu menyelesaikan tugasnya membersihkan
halaman belakang, sehingga sedikit terlambat makan siang.
Faza terlihat terburu-buru menghabiskan makan siangnya.
Dia bersemangat sekali siang ini. “Makannya pelan-pelan dong Faza, kamu
bisa tersedak kalau makan sambil terburu-buru seperti itu,” Seru Bunda
yang mengamati tingkah Faza dari tadi.
"Hehe iya Bun.... Faza buru-buru nih" Jawab Faza
sambil nyengir konyol.
"Iya.... Bunda tahu. Kamu pasti ingin segera membeli
sepatu impianmu bukan? Tapi tidak perlu tergesa-gesa seperti itu juga kan
sayang.... Ini kan baru jam satu". Kata Bunda dengan lembut.
"Bukan baru jam satu Bunda sayang...., tapi sudah jam
satu Bunda.... Jam satu lebih lima belas menit malahan,” Jawab Faza.
"Idih.... anak Bunda yang ganteng, paling bisa
deh....,”. Kata Bunda gemas, sambil mengacak-acak rambut Faza.
"Ah Bunda.... rambut Faza jadi berantakan lagi nih,”
Kata Faza sambil merapikan kembali rambutnya dengan jari-jarinya. "Bunda
tahu kan, berapa lama Faza menunggu hari ini?" lanjut Faza.
"Iya.... iya.... maaf ya sayang. Bunda ikut senang
dan bangga kok, akhirnya Kamu berhasil juga, mengumpulkan uang untuk membeli
sepatu yang Kamu inginkan. Tapi, saat makan tetap tidak boleh tergesa-gesa.
Makanan harus dikunyah dengan baik agar tidak mengganggu pencernaan" kata
Bunda menasehati.
“Iya Bun.... maaf. Terima kasih sudah diingatkan”
“Nah gitu dong. Itu baru namanya anak Bunda..,”
Setelah menyelesaikan makan siang dan mencuci piringnya
sendiri. Faza segera berpamitan. “Faza berangkat sekarang ya Bun..,” kata Faza
sambil mencium tangan Bundanya.
“Hati-hati di jalan ya sayang,” Jawab Bunda.
setelah berpamitan, Faza mengambil sepedanya di garasi.
“Assalamualaikum..,” seru Faza saat mulai meninggalkan rumah dengan sepeda
kesayangannya.
*****
Sinar mentari masih garang, meskipun adzan dhuhur sudah
sejam yang lalu berkumandang. Pohon-pohon Akasia di sepanjang jalan komplek
perumahan yang biasanya menghalau sinar matahari, sudah kehilangan hampir semua
daunnya seiring hadirnya kemarau. Suasana terasa panas dan gersang, tapi hal
tersebut bukan halangan bagi Faza. Kedua kakinya terasa ringan mengayuh pedal
sepeda, seringan angin kemarau menerbangkan debu. Jarak dua kilo meter menuju
toko “Gym” , toko peralatan olah raga langganannya terasa begitu dekat.
Hari ini setelah menyisihkan uang saku selama kurang lebih
tiga bulan, ditambah beberapa puluh ribu yang dihasilkan Faza sebagai upah
membersihkan halaman, tabungan Faza sudah genap Rp 200.000,00. Artinya sepatu
bola baru yang diimpikan Faza sebentar lagi bisa menjadi miliknya.
Meskipun orang tua Faza bukan orang kaya, sebenarnya
membelikan sepasang sepatu bola bukanlah hal yang berat. Tetapi bagi Faza,
mendapatkan sesuatu dari hasil jerih payahnya sendiri jauh lebih membanggakan.
Sejak kecil Faza sudah terbiasa menabung untuk membeli barang-barang yang
diinginkannya. Memang membutuhkan kesabaran. Tahun lalu Faza bahkan harus
menabung hingga selama setahun penuh
untuk membeli sepeda kesayangannya. Tapi justru perjuangan panjang dalam
mendapatkan sepeda tersebut yang membuat Faza lebih menyayangi sepedanya. Tanpa
perlu diingatkan Faza selalu rajin merawat dan membersihkan sepedanya.
Tiada terasa hampir dua pertiga perjalanan sudah
terlewati, setelah belok kanan di
pertigaan dekat pabrik tahu, Toko “Gym” sudah bisa terlihat. Faza
memperkencang laju sepedanya, tiba-tiba...
“Gubrak..,” Sebuah kecelakaan terjadi tepat di pertigaan
di depan Faza. Sebuah gerobak tukang batagor tertabrak sepeda motor. Si
pengendara motor yang ugal-ugalan telah menerobos lampu merah dan menabrak
gerobak batagor hingga ambruk. Barang dagangan si Bapak penjual Batagor
berserakan di jalan. Bapak penjual batagor sendiri jatuh tersungkur di aspal,
sayangnya selain ugal-ugalan si pengendara motor juga tidak bertanggung jawab.
Dia terus melaju tanpa memperdulikan korban.
Jalanan saat itu cukup sepi. Tak ada orang yang lewat
dijalan itu selain Faza, Bapak penjual Batagor dan si pengendara motor.
Untunglah Bapak penjual batagor tidak mengalami luka serius. Hanya kaki dan
tangan si Bapak yang terlihat mengalami luka lecet.
Faza segera turun dari sepedanya. Faza membantu Bapak
penjual batagor berdiri. “Bapak tidak apa-apa?” tanya Faza.
“Bapak tidak apa-apa nak. Hanya lecet-lecet,” Jawab Si
Bapak.
Bapak penjual batagor menghampiri gerobaknya. Sebagian
kaca pada gerobak itu pecah. Bahan-bahan serta peralatan untuk membuat batagor
juga berserakan di aspal yang panas. Dari banyaknya bahan-bahan batagor itu,
Faza menduga Si bapak baru akan mulai berjualan, jadi belum banyak barang
dagangannya yang terjual. Faza merasa iba sekali.
Faza kemudian membantu Bapak penjual batagor mengangkat
gerobak batagor. Saat itulah, tiba-tiba sebuah kantung kresek hitam jatuh dari
bagian belakang gerobak. Setelah berhasil mendirikan gerobak batagor, Bapak
penjual Batagor mendorong gerobaknya ke pinggir jalan. Bapak penjual batagor
kemudian duduk beristirahat di bawah pohon Kersen di pinggir jalan.
Faza mengambil kantung kresek yang tadi jatuh dari
gerobak. Faza penasaran, benda apa yang ada di dalamnya. “Ini apa ya Pak?”
tanya Faza sambil duduk di sebelah Bapak penjual batagor
“Ogh.... itu sepatu anak Bapak. Tadinya Bapak ada rencana,
setelah selesai berjualan hari ini, Bapak mau membelikan Iwan anak Bapak sepatu
baru. Karena sepatu itu sudah tidak layak pakai. Bagian depannya sudah
berlubang. Sebentar lagi kan liburan selesai, kasihan Si Iwan, kalau bersekolah
memakai sepatu yang sudah berlubang. Tapi sepertinya Iwan harus sedikit lebih
bersabar lagi...,”
“Maksud Bapak?”
“Iya nak. Hari ini kan barang dagangan bapak tidak bisa
dijual lagi. Jangankan untung, modal untuk jualan besok juga tidak ada lagi.
Jadi uang Bapak yang sedianya akan digunakan untuk membelikan Iwan sepatu baru,
akan Bapak pakai untuk membeli modal jualan batagor besok, juga untuk
memperbaiki gerobak Bapak yang rusak itu,”
“Ogh... begitu...,” Faza mengangguk-angguk tanda mengerti.
“Boleh saya lihat sepatunya Pak?” tanya Faza kemuadian.
“Buka saja nak!” jawab Bapak penjual batagor.
Faza membuka bungkusan yang dibungkus kantung plastik
hitam di tangannya. Sepasang sepatu hitam dengan nomor 38 ada di dalamnya.
Seperti kata Bapak penjual batagor, bagian depan sepatu tersebut sudah
berluang. Faza bertambah iba, pada Bapak penjual batagor dan anaknya. Mungkin
anak Bapak penjual batagor seumuran dengan Faza, karena ukuran sepatu mereka
sama. Saat melihat sepatu itu, tiba-tiba Faza punya ide.
“Kalau boleh tahu, nama Bapak siapa?”
“Nama Bapak Maman Nak,”
“Nama saya Faza Pak,”
“Bapak tunggu disini sebentar ya!” kata Faza. Ia kemudian
mengayuh sepedanya, meninggalkan Pak Maman. Pak Maman merasa sedikit bingung dengan
sikap Faza, tapi memang Pak Maman yang masih merasa kaget dengan peristiwa yang
dialaminya, masih ingin beristirahat sebentar sebelum pulang ke rumahnya, jadi
Pak Maman menuruti permintaan Faza.
Sekitar lima belas menit kemudian, Faza kembali ke tempat
pak Maman beristirahat, dengan sebuah tas plastik di tangannya. “Ini untuk anak
Pak Maman,” Kata Faza sambil mengulurkan tas plastik di tangannya.
Pak Maman menerima tas itu. Pak Maman kemudian membuka tas
yang diberikan Faza. Saat mengetahui apa isi tas plastik itu, mata Pak Maman
berkaca-kaca. “Apa ini nak? Dari mana Kamu dapatkan sepatu ini?”.
“Tenang saja Pak, Faza membeli sepatu itu dengan uang
hasil tabungan Faza. Tadinya saya ingin menggunakan uang tabungan itu untuk
membeli sepatu bola, tapi karena anak Bapak lebih membutuhkannya dibanding
saya, saya belikan sepatu untuk anak Bapak. Saya bisa menabung lagi dan membeli
sepatu bola itu di lain waktu. Lagi pula sepatu bola saya yang lama juga masih
bisa dipakai kok Pak,”
Mendengar penjelasan Faza, Pak Maman meneteskan air mata.
Pak Maman terharu sekali atas kebaikan hati Faza. “Te...terima kasih sekali
nak. Kamu sungguh baik hati. Semoga Allah Yang Maha Kuasa membalas kebaikanmu
nak,” Kata Pak Maman sambil memegang kedua tangan Faza.
“Sama-sama Pak Maman. Terima kasih doanya. Kalau begitu,
saya permisi dulu ya Pak, sebentar lagi waktu ashar, saya harus segera pulang.
Kalau tidak Bunda saya bisa khawatir”
“Sekali lagi, Bapak mengucapkan banyak terima kasih nak,”
“Ya Pak. Saya pulang dulu ya. Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam,”
Meskipun tidak jadi membeli sepatu baru yang telah lama
diimpikannya, Faza merasa bahagia. Ia bahagia karena telah membantu Pak Maman.
Hari ini Faza belajar ternyata membuat orang lain bahagia akan membuat dirinya
bahagia juga, bahkan lebih bahagia dibandingkan saat dia mendapatkan apa yang
ia inginkan.
*****
Liburan telah usai. Hari ini hari pertama Faza di kelas
lima. Faza bersemangat sekali berangkat ke sekolah. Waktu libur yang cukup
lama, membuat Faza mulai merindukan suasana sekolah. Beberapa teman Faza memang
tinggal tidak jauh dari rumah Faza, jadi walaupun libur sekolah, mereka tetap
dapat bermain bersama, namun rumah beberapa teman Faza yang lainnya cukup jauh,
sehingga mereka hampir tidak pernah bertemu selama liburan. Hari pertama
sekolah sangat menyenangkan, apalagi hari ini belum mulai pelajaran. waktu
terasa cepat sekali berlalu. Tiba saatnya pulang sekolah.
Seperti biasanya, Faza berangkat dan pulang sekolah dengan
bersepeda. Sesampainya di rumah, Faza segera memasukkan sepedanya ke garasi,
kemudian masuk ke dalam rumah. Dari dalam rumah terdengar suara Bunda dan Mala.
Sepertinya mereka berada di dapur. Mala pulang lebih awal, karena ia masih TK.
“Assalamualaikum. Bunda, Faza pulang,”
“Waalaikum salam. Bunda di dapur sayang,” sahut Bunda.
Faza menyusul Bunda ke dapur. Rupanya Bunda sedang
menyiapkan makan siang. “Bunda masak apa hari ini?” tanya Faza sambil mencium
tangan Bunda.
“Bunda masak sayur sop dan ayam goreng. Ayo lekas ganti
baju dan sholat sayang, setelah itu kita makan bersama-sama,” kata Bunda.
“Baik Bun,” Jawab
Faza sambil berjalan menuju Kamar.
Baru beberapa langkah Faza berjalan menuju kamar,
tiba-tiba Bunda memanggil. “Tunggu Faza!” kata Bunda tiba-tiba. “Bunda lupa,
Ada paket untukmu. Bunda letakkan di meja ruang tengah,”
“Paket? Dari siapa Bunda?” tanya Faza penasaran.
“Kamu lihat saja sendiri. Nanti Kamu pasti tahu,” jawab
Bunda.
Faza segera berjalan menuju ruang tengah. Sebuah kotak
terbungkus kertas warna coklat ada di atas meja. Setelah diamati, ternyata pada
pembungkus paket itu tidak tertulis, siapa pengirim paket itu. Faza penasaran.
Digoyang-goyangkannya kotak itu. Duk...duk..duk.... Seperti ada benda yang agak
berat bergerak-gerak di dalamnya. Faza jadi semakin penasaran.
Faza segera mengambil gunting. Dengan hati-hati dibukanya
kertas pembungkus kertas itu. Ternyata isi paket itu adalah sepasang sepatu
bola. Sepatu bola merek terkenal, yang bahkan Faza tidak pernah berharap bisa
membelinya karena terlalu mahal untuknya. Selain sepasang sepatu di dalam kotak
tersebut juga terdapat sebuah amplop. Dari surat di dalam amplop tersebut, Faza
tahu kalau yang mengirim sepetu tersebut adalah Om Farhan. Om Farhan adalah
adik Bunda yang tinggal di Jakarta. Rupanya Om Farhan mengetahui dari Eyang,
kalau Faza kemarin meraih rangking satu di kelasnya. Om Farhan mengirimkan
sepatu itu sebagai hadiah untuk Faza. Om Farhan juga berpesan agar Faza semakin
rajin belajar.
Namanya rezeki memang tidak akan kemana. Faza tidak jadi
membeli sepatu dengan uangnya sendiri, malah mendapatkan sepatu yang lebih
bagus dengan cuma-cuma. Faza jadi teringat salah satu nasehat Bunda. Bunda
pernah berkata, setiap perbuatan baik akan dibalas Allah dengan berlipat ganda.
Baru sekarang Faza jadi lebih mengerti maksud perkataan Bunda itu.
0 Comments:
Post a Comment