Peran Penting Guru Sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya

 Koneksi Antar Materi Modul 3.2

PERAN PENTING GURU SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN  
DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA


Guru Sebagai Pemimpin Pembelajaran  dalam Pengelolaan Sumber Daya

Sekolah merupakan sebuah institusi pendidikan, yang bertujuan menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran bagi siswa-siswinya, mengembangkan potensi dan kekuatan yang dimilikinya agar siswa dapat meraih kebahagiaan dan kesuksesan, juga menjadi anggota masyarakat yang cakap dan berkarakter. Sebagai sebuah komunitas, dalam mencapai tujuannya, senantiasa terjadi interaksi antara berbagai komponen di dalam sekolah. Komponen sekolah sendiri, dapat dibedakan menjadi komponen manusia, dan faktor-faktor pendukung. Sumber daya manusia dan faktor pendukung berupa keuangan maupun sarana dan prasarana merupakan aset atau modal utama bagi sekolah. Baik komponen yang berupa sumber daya manusia, maupun komponen  pendukung seperti sarana dan prasarana atau keuangan diharapkan mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis, agar tujuan sekolah dapat tercapai. 

Diantara keseluruhan modal/aset sekolah, manusia, terutama guru, memegang peran kunci yang menentukan keberhasilan sekolah. Guru sebagai manusia dengan bekal cipta, rasa, dan karsa yang dikaruniakan Tuhan, memiliki kemampuan mengelola segala sumber daya yang dimiliki untuk sebaik-baik kepentingan muridnya. Hal tersebut merupakan bagian dari peran guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang guru juga dituntut mampu mengelola seluruh sarana dan prasarana maupun dana yang dimiliki untuk mengembangkan potensi siswa semaksimal mungkin, baik di dalam kelas, di dalam sekolah, maupun dalam lingkungan yang lebih luas yakni di dalam masyarakat sekitar sekolah. 


Gambar    1  Peran penting guru sebagai pengelola sumber daya pembelajaran


Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, aset atau modal utama dikelompokkan menjadi 7 (tujuh), yaitu: modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, dan modal agama dan budaya. Diantara ketujuh modal tersebut, modal manusia, modal fisik dan finansial merupakan komponen yang terpenting di sekolah. Modal manusia atau sumber daya manusia yang berkualitas, sangat penting. Dengan segenap potensi yang dimiliki, manusia dapat mengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan potensi-potensi yang lain, apalagi jika didukung modal fisik (sarana dan prasarana) dan modal finansial yang memadai.  

Gambar    2  Aset Utama Komunitas

Dalam pengelolaan dan pengembangan aset, ada beberapa pendekatan yang dapat dipilih. Pengelolaan aset secara konvensional lebih banyak menggunakan pendekatan berbasis defisit, namun dewasa ini Asset-Based Community Development (ABCD) dipercaya lebih mampu membawa dampak positif dibandingkan pendekatan konvensional. Sebagai sebuah kerangka kerja yang dibangun dari kemampuan, pengalaman, pengetahuan, dan hasrat yang dimiliki oleh anggota komunitas, kekuatan perkumpulan lokal, dan dukungan positif dari lembaga lokal untuk menciptakan kehidupan komunitas yang berkelanjutan (Kretzman, 2010) merupakan kritik terhadap pendekatan konvensional yang menempatkan komunitas sebagai penerima bantuan, dengan demikian dapat menyebabkan anggota komunitas menjadi tidak berdaya, pasif, dan selalu merasa bergantung dengan pihak lain.

Asset-Based Community Development (ABCD) atau Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir positif mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif. Jika pendekatan tersebut diadaptasi ke dalam kelas, untuk menjadikan siswa lebih produktif, maka yang dilakukan adalah berfokus pada kelebihan atau potensi-potensi yang dimiliki murid, dan bukan pada kekurangan-kekurangan yang mereka miliki. Murid diajak untuk mengoptimalkan kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki, agar dapat meraih kesuksesan dan kebahagiaan di masa yang akan datang. 


Gambar    3  Berfikir berbasis aset vs berfikir berbasis defisit


Hubungan PKBA dan Konsep Ki Hajar Dewantara

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) sangat relevan dengan konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, dimana tujuan pendidikan menurut KI Hajar adalah untuk mengembangkan kodrat alam murid semaksimal mungkin. Kodrat alam atau potensi, bakat dan kecenderungan murid merupakan aset yang dimiliki murid. Sangat mengagumkan, bagaimana Ki Hajar Dewantara beberapa dekade yang lalu telah menerapkan pengembangan berbasis aset. Dalam mendidik murid, Bapak Pendidikan Indonesia tersebut menekankan agar guru mendukung tumbuh kembangnya potensi yang dimiliki anak melalui sistem momong, among, dan ngemong. Dimana murid tidak dipandang sebagai objek pendidikan, melainkan subjek yang dibimbing dan diarahkan untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi dalam dirinya.


Hubungan Inkuiri Apresiatif, BAGJA dan PKBA

Tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara tidak terbatas pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan, namun yang justru sangat penting menurut beliau adalah pengembangan karakter atau budi pekerti. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan budaya positif di sekolah, agar kebiasaan baik yang dibudayakan tersebut berkembang menjadi karakter. Dalam pengembangan budaya positif di sekolah, salah satu pendekatan yang disarankan adalah BAGJA. BAGJA yang menggunakan paradigma inkuiri apresiatif, pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis kekuatan. Inkuiri apresiatif melalui pendekatan dan langkah-langkah BAGJA juga menggunakan prinsip psikologi positif, yang berfokus pada kekuatan. Jadi BAGJA memiliki persamaan dengan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA). Pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Oleh karena itu, langkah-langkah BAGJA dapat diterapkan dalam upaya pengembangan komunitas melalui Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA).


Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) dalam Kerangka Diferensiasi

Salah satu langkah penting Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) adalah pemetaan aset. Dalam proses pemetaan komunitas sekolah menginventarisir seluruh aset/ modal yang dimiliki termasuk modal manusia. Modal manusia yang dimiliki sekolah antara lain guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, murid, orang tua dan tokoh masyarakat, serta pengawas sekolah. Masing-masing komponen tentu memiliki potensi yang berbeda-beda, dengan bentuk dukungan yang juga beragam bentuknya bagi sekolah. Proses pemetaan modal yang dimiliki sekolah, sesungguhnya juga merupakan pemetaan diferensiasi dari semua komponen modal yang dimiliki. 

Dari proses pemetaan, selanjutnya melalui tahapan BAGJA, digali mimpi bersama mengenai kondisi ideal yang diharapkan atau akan diwujudkan. Mimpi yang dirumuskan bersama tersebut tentu adalah kondisi yang dapat mengakomodasi keberagaman yang ada, diupayakan bersama, dan diharapkan dapat membawa kebaikan bagi semua pihak.


Mewujudkan Pembelajaran Sosial Emosional dan Berdiferensiasi melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) 

Dalam pembelajaran sosial emosional dan berdiferensiasi, selain pengkondisian kegiatan pembelajaran, aspek-aspek emosi dan interaksi sosial di kelas dan sekolah, hal yang tidak kalah penting adalah pengaturan lingkungan belajar serta sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembelajaran tersebut. Namun demikian, kondisi riil di sekolah tidak selalu ideal. Tidak semua sarana dan prasarana yang dibutuhkan tersedia. Selain itu aspek emosi dan interaksi sosial juga tidak selalu seideal yang diharapkan. Namun demikian kekurangan-kekurangan tersebut tidak harus selalu menjadi hambatan. Melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA), komunitas sekolah dapat mengupayakan kondisi ideal yang diharapkan atau setidaknya mendekati kondisi tersebut. Bersama-sama seluruh komponen sekolah dapat menggali potensi-potensi yang ada, yang dapat diberdayakan untuk membawa sekolah ke arah yang lebih baik.


Hubungan PKBA dan Coaching

Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) melalui langkah BAGJA merupakan  pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis kekuatan. Pendekatan tersebut melibatkan seluruh komponen dalam komunitas. Dalam praktek di sekolah, guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran tidak harus menjadi penentu segala kegiatan dan keputusan. Akan lebih berdampak pada peningkatan potensi murid, bila dalam kegiatan yang dilaksanakan guru bertindak sebagai coach yang menggali dan mengembangkan kekuatan peserta didik melalui pertanyaan-pertanyaan pembimbing, sehingga guru dapat memaksimalkan potensinya sendiri. Guru dapat mengambil peran ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani, sehingga murid dapat meraih keberhasilan dan menemukan solusi dengan kemampuannya sendiri.


Guru Sebagai Pemimpin Pembelajaran dan Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Dalam setiap program dan kegiatan sekolah, termasuk dalam PKBA masalah, tantangan, dan hambatan sering kali muncul. Meskipun program telah dirancang dengan matang, pengorganisasian seluruh komponen telah dilakukan dengan usaha maksimal, terkadang ada saja hal-hal tidak terduga terjadi. Terkadang guru juga dihadapkan situasi-situasi sulit, baik terkait bujukan moral, maupun dilema etika. Dalam menghadapi situasi-situasi tersebut, kemampuan guru dalam mengambil keputusan diuji. Seorang pemimpin pembelajaran yang baik harus mampu mengambil keputusan dengan bijak, mempertimbangkan sisi positif dan negatif dari setiap keputusan dengan matang. Mempergunakan 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, dapat membantu guru sehingga ia dapat memutuskan pilihan mana yang lebih baik dalam keberpihakan kepada murid. 


Modul 3.2 dan Dampaknya 

Sebelum mempelajari modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya, saya lebih banyak berpikir dengan berorientasi pada defisit, baik dalam menjalankan tugas di sekolah maupun dalam kehidupan pribadi saya. Saya lebih banyak melihat apa yang kurang, permasalahan, dan hal-hal yang perlu diperbaiki, baru kemudian berusaha menemukan solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut, dalam mengupayakan perbaikan. 

Mempelajari modul 2.3 sedikit banyak merubah paradigma saya. Saya mulai berfikir, jika berfokus pada kelebihan, potensi, serta hal-hal positif lainnya, dan mengabaikan masalah-masalah yang ada, mungkin akan membawa dampak yang lebih baik. Berpikir mengenai kelebihan akan memberi lebih banyak energi positif dan semangat untuk lebih maju, dibandingkan berpikir sebaliknya.  Melakukan perubahan atas kebiasaan yang sudah mendarah daging tentu tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Sedikit demi sedikit saya akan mencoba merubah cara berpikir saya dan saya berharap hal tersebut akan membawa dampak yang baik bagi diri saya sendiri maupun murid-murid saya di masa yang akan datang.



0 Comments: